Iklan

iklan

Iklan

,

Iklan

iklan

Siapa Sahabat Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan?

Minggu, 21 Agustus 2022, 8/21/2022 WIB Last Updated 2022-08-21T14:02:42Z

 

Sulselexpose.id, DKI Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan 4 orang oknum pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan suap pengurusan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020.

Mereka diduga menerima suap dari Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat.

Keempat tersangka tersebut masing-masing Gilang Gumilar (GG), Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM), Wahid Ikhsan Wahyudin (WIK) dan Andy Sonny (AS).

“Kami menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” ucap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2022.

Ia menjelaskan, kasus yang menjerat keempat tersangka tersebut, berawal saat BPK Sulsel memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020. Salah satu diantaranya laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel dan seorang tersangka, YBHM masuk dalam anggota tim yang ditunjuk memeriksa saat itu.

Ia diduga aktif berkomunikasi dengan ketiga tersangka lainnya yang kebetulan ketiganya memang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019.

“Jadi YBHM sebelum memeriksa terlebih dahulu bertanya-tanya ke GG, WIK dan AS tentang bagaimana cara memanipulasi item-item pemeriksaan,”ucap Alex.

“Dan untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel di tahun 2019 itu juga diduga telah dikondisikan oleh AS, WIK dan GG dengan meminta sejumlah uang,”ucap Alex.

Dalam perjalanannya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 tepatnya di Dinas PUTR Sulsel, tim BPK yang didalamnya beranggotakan YBHM kemudian menemukan adanya beberapa proyek yang nilainya digelembungkan dan hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan kontrak. Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUTR Sulsel lalu mencari akal agar temuan yang ada bisa diubah.

Edy pun diduga berkomunikasi dengan GG yang dianggapnya berpengalaman dalam mengakali temuan BPK. GG kemudian mendukung keinginan Edy dengan memperkenalkannya ke YBHM. Setelah mereka bertemu dan mengobrol, YBHM menyetujui apa yang diinginkan Edy untuk mengatur hasil pemeriksaan terhadap Dinas PUTR dengan sejumlah imbalan uang.

Dari hasil penyidikan, KPK menduga Edy menyetorkan uang senilai Rp2,8 miliar kepada YBHM, WIK dan GG. Demikian juga AS diduga turut menerima cipratan dana senilai Rp100 juta.

“Diduga uang Rp100 juta itu digunakan AS untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan Sultra,”ucap Alex.

ACC Sulawesi Ingatkan Kicauan Edy Rachmat di Persidangan

Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan, kemungkinan bisa saja penggeledahan Kantor Dinas PUTR Sulsel kali kedua ini berkaitan dengan pengembangan penyidikan terhadap fakta sidang yang terungkap dalam perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan anak buahnya bernama Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel itu.

Di mana kata Kadir, dalam persidangan perkara suap yang menjerat keduanya, terungkap peran pihak lain yang seharusnya ikut dibawa dalam penyidikan berikutnya.

Diantaranya, ada beberapa nama kontraktor ternama yang disebut-sebut ikut menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rachmat yang selanjutnya uang tersebut diberikan kepada oknum auditor BPK inisial GG dengan tujuan untuk mengamankan jika nantinya ada temuan dalam pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel terkhusus Dinas PUTR Sulsel kala itu.

Dari keterangan Edy di persidangan saat itu, tepatnya Rabu 13 Oktober 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar, Edy menceritakan awal dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Di mana KPK menangkapnya saat ia berada di rumahnya serta turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel yang melekat pada Edy.

Selain itu, Edy juga mengaku, dari tangannya uang sebesar Rp300 juta lebih juga turut disita oleh KPK saat itu juga. Uang Rp300 juta lebih itu merupakan fee 10 persen dari total dana Rp3 miliar lebih yang Edy terima dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel masing-masing Jhon Tidore, Petrus, H. Momo, Andi Kemal, H Haeruddin, Yusuf Rombe, Robert, Hendrik, Lukito, Tyo, Rudi Moha dan Karaeng Konde.

Uang yang diterima Edy dari Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, H Haeruddin Rp 1 Millyar lewat samsul bahri, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng. Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy tersebut senilai Rp4,503 miliar.

Adapun dari total uang yang dikumpulkan Edy itu, kemudian diberikan kepada oknum auditor BPK inisial GG sebesar Rp2,817 miliar dan sisanya sebesar Rp324 juta diambil oleh Edy.

“Ini fakta persidangan yang seharusnya menjadi dasar KPK melakukan penyidikan berikutnya. KPK harus memeriksa semua kontraktor dan oknum auditor BPK yang dimaksud telah disebut-sebut perbuatannya dalam persidangan oleh Edy Rachmat tersebut,” terang Kadir via telepon, Jumat 22 Juli 2022.

“Semoga saja penggeledahan Kantor Dinas PUTR Sulsel kali ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan atas fakta persidangan yang ada yang kami maksud di atas,” Kadir menambahkan.

Iklan

iklan